Breaking News

Minggu, 20 September 2015

All About Tamed



Okey, daah lama banget pengen bikin ulasan tentang buku ini. Buku yang pernah aku miliki jaman dahulu kala, ketika masih muda belia, tapi masih tetap aku ingat sampai sudah tua renta.. ha..ha..ha.. Sayangnya, edisi bahasa Indonesianya sekarang sudah sussaaaah banget dicari.  Dulu waktu pertama beli, pertama baca, blank..blass nggak ngerti apa-apa. Baca lagi, dua kali, tiga kali, sampe akhirnya aku bisa dikit-dikit paham. Ditambah dengan keahlian aku mendramatisir, maka, jatuh cintronglah aku sama buku ini. Judulnya "The Little Prince", karangan Antoine de Saint-ExupĂ©ry.  Naah ini salah satu bagian favoritku, yang terus aku inget sampe saat ini. Supaya enak, ya aku terjemahin bebas aja laah ya... meski nggak ijin dulu sama oom Antoine.. maaf ya Oom, aku share full chapter disini, supaya dapet "ambience" nya, nggak sekedar potongan quotes aja seperti yang banyak bertaburan di mbah google.

Dari buku "The Little Prince",  Chapter 22 
[Translate suka-suka by flash]




 Suatu pagi, pangeran kecil bertemu dengan seekor rubah.
“Selamat pagi”, kata si rubah
“Selamat pagi”, pangeran kecil menjawab dengan sopan, sambil melihat sekeliling, tapi dia tidak melihat apapun.
“Aku di sini, di bawah pohon apel”, terdengar suara kecil.
“Kamu siapa?”, tanya pangeran kecil, dan lanjutnya “kamu terlihat cantik sekali”
“Aku seekor rubah”, kata rubah.
“Ayo kesini, main denganku”, ajak pangeran kecil. “Aku sangat tidak gembira”.
“Aku nggak bisa main dengan kamu”, kata si Rubah. “Aku belum dijinakkan”.
“Ah! Maaf kalo begitu”, kata pangeran kecil.
Tapi, setelah berfikir sesaat, pangeran kecil bertanya: “Apa yang dimaksud dengan ‘dijinakkan’?”
“Kamu bukan orang sini ya?”, kata si Rubah. “Apa yang kamu cari disini?”
“Aku mencari manusia”, kata pangeran kecil. “Apa artinya ‘dijinakkan’?”
“Manusia”, kata si Rubah. “Mereka punya senjata, dan mereka memburu. Itu sangat mengganggu. Mereka juga memelihara ayam, hanya hal itu yang menarik buat mereka. Apa kamu mencari ayam?”
“Nggak”, kata pangeran kecil. “Aku nyari teman. Apa artinya ‘dijinakkan’?”
“Itu merupakan tindakan yang sering sekali diabaikan”, kata si Rubah. “Itu artinya membangun ikatan”.
“Membangun ikatan?”
“Ya seperti itulah!”, kata si Rubah. “Buat aku, kamu bukan siapa-siapa, hanya anak kecil, sama seperti ratusan atau ribuan anak kecil lainnya. Aku nggak perlu apa-apa dari kamu. Dan kamu juga, nggak perlu apa-apa dari aku. Buat kamu, aku bukan apa-apa, sama seperti ratusan atau ribuan rubah lainnya. Tapi, kalo kamu menjinakkan aku, maka kita akan saling membutuhkan. Bagi aku, kamu akan menjadi unik di dunia ini. Bagi kamu, aku juga menjadi unik di dunia…”
“Ooooh, aku mulai ngerti…”, kata pangeran kecil. “Aku pernah kenal satu bunga….. Aku pikir dia sudah menjinakkan aku…”
“Mungkin aja”, kata si Rubah. “Di bumi ini orang melihat banyak hal.”
“Tapi, ini bukan di Bumi”, kata pangeran kecil
Si Rubah tampak terkejut, dan sangat ingin tahu.
“Di planet lain?”
“Ya”
“Apakah ada pemburu di planet tersebut?”
“Nggak”
“Aah, menarik sekali!! Apakah disana ada ayam?”
“Nggak”
“Nggak ada yang sempurna,” desah si Rubah.
Tapi, si Rubah kembali ke idenya semula.
“Hidupku sangat monoton.” Kata si Rubah. “Aku memburu ayam, manusia memburuku. Semua ayam keliatan sama dan semua manusia juga sama. Dan, akibatnya, aku jadi bosen. Tapi, jika kamu  menjinakkan aku, itu seolah-olah bagaikan matahari bersinar dalam kehidupanku. Aku akan tau suara langkah yang berbeda dengan yang lain. Langkah-langkah yang membuat aku buru-buru keluar dari lubang persembunyianku.  Langkahmu akan memanggilku, seperti musik, memancing aku keluar dari sarang. Dan lihatlah… kamu lihat ladang gandum disana? Aku nggak makan roti. Gandum nggak ada gunanya buat aku. Ladang gandum itu nggak ada artinya buatku. Dan itu menyedihkan. Tapi, lihat rambutmu yang berwarna keemasan seperti ladang gandum!! Coba pikirkan.. betapa indahnya jika kamu sudah menjinakkan aku!! Ladang gandum, yang juga berwarna keemasan, akan membuatku teringat akan kamu. Dan aku akan senang mendengarkan angin bersemilir di tengah tangkai gandum….”
Si Rubah memandang pangeran kecil, agak lama….
“Ayooo.. jinakkan aku..!!”, kata si Rubah.
“Aku ingin sekali, sangat ingin!!”, kata Pangeran Kecil. “Tapi aku nggak punya banyak waktu.  Aku punya banyak teman yang harus aku temui, dan harus memahami banyak hal”.
Orang hanya memahami apa-apa yang sudah dia jinakkan”, kata si Rubah. “Manusia nggak punya cukup waktu memahami semuanya. Mereka membeli sesuatu yang sudah tersedia di toko-toko. Tapi, nggak ada satu tokopun dimana seseorang dapat membeli persahabatan, oleh karena itu, orang-orang nggak bisa lagi punya sahabat.  Kalo kamu ingin punya teman, sahabat, ayo.. jinakkan aku..!!”
“Apa yang harus aku lakukan, untuk menjinakkan kamu?” kata pangeran kecil.
“Kamu harus sabar,” kata si Rubah. “Pertama-tama, kamu akan duduk pada jarak yang agak dekat- yaa nggak terlalu dekat- di rumput. Aku akan melirik kamu, dan kamu bakal diem aja. Nggak usah ngomong apapun. Kata-kata sebenarnya sumber kesalahpahaman.  Terus, kamu duduk semakin dekat, semakin dekat, setiap harinya…”
Besoknya Pangeran Kecil kembali lagi.
“Sebaiknya kamu kembali pada jam yang sama,” kata si Rubah. “Jika, misalnya, kamu setiap hari datang jam empat sore, maka menjelang jam tiga, aku akan mulai gembira. Aku akan merasa makin gembira dan gembira setiap detiknya menjelang jam empat. Ketika jam empat tiba, aku sudah sangat siap untuk melompat-lompat. Aku ingin menunjukkan kepada kamu betapa gembiranya aku!! Tapi kalo kamu datang sesukamu, aku nggak tau kapan hati ku siap untuk menemui kamu… orang tuuh harus melakukan sesuatu dengan ritme tertentu…”
“Apa itu ritme…?”, tanya Pangeran Kecil.
“Naah, itu dia, satu lagi hal yang sering diabaikan orang,” kata si Rubah. “Ritme adalah sesuatu yang membuat satu hari berbeda dengan hari lainnya, satu jam berbeda dengan jam lainnya. Itulah ritme. Misalnya, kebiasaan para pemburuku, setiap Kamis mereka mengadakan pesta dansa. Maka, Kamis menjadi hari yang indah bagiku!! Aku bisa jalan-jalan di hutan bahkan sampai dekat kebun mereka. Tapi, kalo para pemburu itu berdansa sesuka-sukanya, nggak jelas kapan waktunya, maka setiap hari akan sama seperti hari lainnya, dan aku jadi nggak punya hari libur dan hari bersenang-senang sama sekali”.
Maka… akhirnya… si Pangeran Kecil menjinakkan Rubah.  Sampai akhirnya datanglah waktu mereka harus berpisah.
“Ah…aku pasti menangis!!” kata si Rubah.
“Lhaa, itu kan salah kamu sendiri,” kata Pangeran Kecil. “Aku nggak pernah menawarkan hal-hal yang membahayakan kamu, tapi kamu malah pengen aku menjinakkan kamu…”
“Yaa, begitulaaah…”, kata si Rubah.
“Tapi kamu sekarang malah mau nangis!”, kata Pangeran Kecil.
“Yaa, begitulaaah…”, kata si Rubah.
“Kalo begitu, apa yang kita lakukan, nggak baik sama sekali!!”
“Menurutku sangat baik”, kata si Rubah, “karena warna dari ladang gandum itu..”, kemudian si Rubah menambahkan :
“Pergi dan liat lagi bunga-bunga di kebun itu Kamu akan mengerti bahwa bunga mawarmu itu sangat unik dibandingkan bunga-bunga lainnya. Kemudian, balik lagi ke aku untuk mengucapkan selamat tinggal, dan aku akan menghadiahi kamu beberapa rahasia”.
Pangeran kecil pergi sebentar, melihat kembali bunga-bunga mawar di kebun.
“Kalian sama sekali nggak seperti bunga mawarku”, kata Pangeran Kecil. “Kalian bukan siapa-siapa. Nggak ada yang menjinakkan kalian, dan kalian juga nggak menjinakkan siapapun. Kalian sama seperti rubahku ketika pertama aku kenal dia. Dia cuma seekor rubah, sama seperti ratusan ribu rubah lainnya. Tapi aku sudah membuatnya menjadi temanku, dan sekarang dia menjadi unik di seluruh dunia”.
Dan, para bunga mawar itu menjadi sangat malu…
“Kalian memang sangat cantik, tapi hampa,” kata Pangeran Kecil sambil berlalu. “Nggak ada yang rela mati buat kalian  Aku yakin, awalnya aku pikir bunga mawarku sama seperti kalian, bunga mawar yang aku miliki itu. Tapi, sebenarnya bunga mawar milikku itu, sangat penting dibandingkan dengan semua bunga mawar seperti kalian; karena bunga mawar itulah yang aku siram; karena bunga mawar itu lah yang membuat aku menyiapkan pelindung / tutup gelas, karena bunga mawar itulah yang aku tutupi dan jaga di bawah pelindung, karena bunga mawar itulah yang menyebabkan aku membunuh ulat-ulat (kecuali beberapa yang memang kami selamatkan, supaya menjadi kupu-kupu), karena bunga mawar itulah yang membuat aku mau mendengarkannya, ketika dia ngomel-ngomel, atau marah-marah, atau saat dia nggak ngomong apapun. Karena dia bunga mawarku..!!”
Kemudian, dia balik lagi untuk menemui si Rubah.
“Selamat tinggal”, katanya.
“Selamat tinggal”, kata si Rubah. “Sekarang aku akan kasih hadiah rahasiaku ya…, rahasia yang sangat sederhana : hanya dengan hati orang dapat melihat dengan benar ; yang sangat penting itu tak terlihat oleh mata”.
“Yang sangat penting, tak terlihat oleh mata,” Pangeran kecil mengulang, supaya yakin dapat mengingatnya.
Waktu yang kamu habiskan untuk bunga mawarmu itu yang membuat bunga itu menjadi sangat penting”.
“Waktu yang aku habiskan untuk bunga mawarku……”, Pangeran Kecil mengulang kembali, supaya ingat.
“Manusia sering lupa kenyataan ini,” kata si Rubah. “Tapi kamu jangan lupa hal ini ya… Kamu harus bertanggung jawab, selamanya, untuk apa-apa yang sudah kamu jinakkan.  Kamu bertanggung jawab untuk bungamu…”
“Aku bertanggung jawab terhadap bungaku....", ulang Pangeran Kecil, supaya dia tidak lupa....
----------------  end of chapter 22  ----------------------

Rabu, 17 Juni 2015

Di bawah pilar-pilar Masjid Salman

Gambar diambil dari blog batur...


Dulu...
nyaris 25 tahun yang silam
bahkan mungkin lebih lama lagi
ketika kaki-kaki masih berukuran kecil
dan badan-badan masih terasa ringan melayang
melangkah menempuh celah-celah gang
menyusur tangga-tangga kebun binatang
menapak di bawah rindang pohon-pohon Ganesha
menuju Masjid Salman

Mencari pengetahuan
Mencari jawaban
atau sekedar mencari kesibukan
mengisi waktu luang
mencari rekan berbincang
atau sekedar menghabiskan waktu berjam-jam
untuk duduk di bawah pilar-pilar Masjid Salman

Sengaja tak sengaja kami bertemu rekan
yang kemudian menjadi saudara seperjuangan
memperjuangkan sebuah keyakinan
bersama-sama berusaha memperkuat iman
atau sekedar saling mengingatkan
juga berdiskusi membuka wawasan
membuka mata, hati dan pikiran
sembari duduk di bawah pilar-pilar Masjid Salman

Lantai masjid hitam dan dingin
Pintu masjid terbuka dan berangin
Halaman masjid agak becek dan licin
tapi kami tetap berkumpul dengan rajin
di sepanjang selasar dan teras masjid
juga di bawah pilar-pilar Masjid Salman

Lalu cerita bergulir di tengah hiruk pikuk minggu pagi
di sepanjang jalan setapak di sela-sela gedung kayu
di bawah rindang pepohonan taman Ganesha
di meja-meja kayu kantin Salman
juga di bawah pilar-pilar Masjid Salman

Di sana kami mengenal teman
Di sana kami mengenal saudara
Di sana kami mengenal diskusi dan bertukar pikiran
Di sana kami mengenal harapan
Di sana kami mengenal cinta

(Lalu aku terkenang pada satu waktu
ketika kami terkikik bergossip tentang para mentor kita
yang konon terlibat sedikit bumbu asmara..!! aha...??
huss...jangan ngegossip dek!!)

Tanpa terasa selasar masjid memberikan arti
menggores makna pada pencarian jati diri
menyisakan kenangan tak kunjung pupus dari hati
juga segenap cerita gembira dan sedih
tentang rekan dan saudara
yang masih ada atau sudah tiada
yang masih terikat atau sudah terpisah

(lalu aku terkenang dengan beberapa wajah
yang sudah berpuluh tahun tak pernah terlihat
dan tiba-tiba hadir kembali dalam peta ritme harian
sebagai rekan, kolega dan saudara)

Betapa waktu mengikat kita
Betapa cinta membelit kita
menyeret kenangan dan harapan
membuka semua cinta dan batasan persaudaraan
yang dulu pernah lebur di bawah pilar-pilar masjid Salman
Tetapi waktu tak pernah kembali
pada masa dimana semua terasa murni
dan gaungan azan terasa menggetarkan hati
di bawah pilar-pilar masjid Salman

Aku rindu
pada dinginnya hembusan angin di sepanjang selasar masjid
pada aroma segar embun pagi di halaman masjid
pada sentuhan air di tempat wudhu masjid
pada rekan lama yang pernah berjumpa di masjid
pada ghirah lama yang tertinggal di tangga-tangga masjid
dan pada rasa persaudaraan
di bawah pilar-pilar masjid Salman

Mungkinkah waktu akan berputar bergiliran
menghantar generasi berikutnya menapak tangga masjid
menjalin kembali rasa persaudaraan yang sempat hilang
menghangatkan lagi aroma cinta dan persahabatan
menyambungkan cerita yang dulu mungkin tak terselesaikan
pada ruang-ruang masjid
pada halaman masjid
dan di bawah pilar-pilar masjid Salman

(Kutulis ketika didera kerinduan yang menggunung
pada aroma rumput di halaman masjid
pada wajah-wajah yang sudah lama tak kulihat)

---------- 07 Januari 2011 -----------------
untuk mengenang teman-teman, kakak mentor, dan semua saudara dan sahabat yang pernah aku temui di Masjid Salman, para anggota KARANG 86, juga untuk beberapa sahabat tercinta, almh Wati Ristawati , alm Hendra Permana, serta sahabat-sahabat SKJ semua (you know who you are!!).

Beberapa komentator....



Destiny Game

It was a destiny journey
when the first time i caught you
from the million dots of line

it was a destiny journey
when the first time i felt you
from the million words in line

after the long time journey
proof that i still have you
in part of my memory line

or it just a destiny game
when eventually i know you
that have kept the same desire
still flaming warm up the heart

just walk on a destiny way
when we can not stop to walk
or we can not stop to talk
and the time can not make it sway

until the time is passing
embrace us with loving
or throw us without giving
what the end of love meaning

and i will keep on sailing...
on the way of destiny flowing...


----------- 20 November 2010 --------------------
(Dibuat sesuai dengan EYD : English Yang Diragukan
awasss ya kalo ada nyang ga percaya kalo ini aseli karangan sayah 100%!! )

Reuni



Hai Reuni...!!
Reuni SD, SMP, SMA, Kuliah, dan bahkan reuni TK
Hati yang dingin tiba-tiba menghangat
Hari yang sepi tiba-tiba bergejolak
Wall yang statis tiba-tiba berubah menjadi dinamis
Rindu lama, cerita lama, yang sudah terkubur
merebak kembali, menebar dan berpedar...
Hai saudaraku, sudah lama kita tidak bertemu
Hai saudaraku, masihkan engkau seperti dulu
Hai saudaraku, masihkan engkau mengingat hari-hari yang lalu
Hai saudaraku, apakah namaku masih ada di seluk riuk hatimu?
Semua pertanyaan menggebu, berpadu dalam deru ragu...

Lewatlah beberapa hari mencari informasi
Lewat juga beberapa usaha menghubungi teman dan relasi
Lewat juga lah hari-hari menggagas apa yang akan dilakukan nanti...
Semua bersiap diri...
menanti datangnya hari reuni
mungkin akan bertemu bekas kekasih
mungkin akan bersua teman sejati
mungkin akan bertemu sesuatu yang berarti
mungkin juga kita akan berbagi
atau hanya sekedar sarana pamer diri?

Lantas datanglah hari reuni
ceria dan sangat berwarna warni
gelak tawa, senda gurau dan berbagai warna getaran hati
semua rasa tercampur baur
bak gelombang datang menerpa pantai
membawa segulung air berbuih dan penuh riak
juga meninggalkan banyak sampah pada sapuan pertama...

Hai kamu. betapa lama waktu berlalu.......
Hai kamu..sungguh rindu lama tak bertemu....
Hai dirimu..sungguh masih seperti dulu....
Hai dirimu..sungguh senyum itu selalu dirindu...
Hai kamu.. betapa bedanya kamu sekarang...?
Hai dirimu..sungguh aku tidak pernah melupakan kamu...
Hai lihatlah diriku, apakah aku masih gagah dan cantik seperti dulu..
Hai lihatlah diriku, sungguh aku sudah berubah tidak seperti masa lalu
Hai lihatlah aku, sungguh eksis diriku dibandingkan kamu....
Sampah-sampah kenangan akan bertaburan
sampah-sampah basa-basi akan bertebaran
sampah-sampah cerita dan hiburan akan berserakan...

Lantas ketika tawa sudah mulai menipis di udara
ketika cerita sudah mulai habis terburai
ketika rindu sudah mulai mencair dan mengurai
akhirilah hari dengan kenangan manis, sepah dan hambar
sekedar basa-basi, marilah kita lakukan tindakan dermawan
mengumpul sedikit dana untuk orang yang akan ditinggalkan
barangkali dana tersebut akan membuat nama kita dikenang
atau akan menoreh manfaat bagi ikatan yang ditinggalkan

maaf saudaraku..
aku terbangun dan ternyata masih duduk di tempat
menonton serial kehidupan beberapa sahabat
lekat, erat dan memikat
tak lebih sekedar riak pasir di pantai
terserak dan tercampur dengan sampah-sampah yang menyebar

Maka pelan-pelan riuh rendah menghilang
pelan-pelan sepi kembali datang
pelan-pelan lampu dipadamkan
satu persatu orang menghilang
sekedar bertukar salam, bertukar nomor telpon atau kartu nama
berjabatan tangan, berpelukan.....
entah mungkin menunggu berapa lama lagi hadirnya kesempatan

Lantas gelombang besar akan kembali tiba
Bergulung membuih dan menerpa
mungkin lebih hebat dari gelombang sebelumnya
menghempas semua beban di bibir pantai
menyentuh kaki memerciki muka
dan bergulung riuh pamit kembali
menyapu semua riak dan gejolak di pasir pantai
membawa semua sampah dan melarutkannya di laut
lantas pantai sepi kembali
lantas pantai bersih kembali

bangunlah teman........
ternyata reuni sudah berakhir
ternyata sapaan hangat kelamaan akan pudar
ternyata rindu sudah terkikis menipis
ternyata rasa sudah mengurai
dan wall kembali sepi
dan kita mungkin kembali lupa
bahwa kita pernah bersahabat....
mungkinkah aku akan mengingat itu kembali
pada setiap lapis usia bertambah...
pada saat reuni berikutnya...
ah......

[Ditulis 12 Juni 2009, menjelang reuni akbar SMA3-1986]

Beberapa cuplikan komengtator dari FB :