Breaking News

Minggu, 07 Juni 2009

Anti Poligami, Chapter II : kesempatan vs Pilihan

IV. Surat kedua dari Wini

--------------------------------

Untuk permintaan yang kedua ini, agak sulit aku mencari referensinya. Di internet maupun di tulisan hard copynya. Kalo statemen “menyakiti istri” adalah dosa, memang ada beberapa referensi. Misalnya :

· Bahkan tingkat keshalihan seseorang sangat ditentukan oleh sejauh mana sikapnya terhadap istrinya. Kalau sikapnya terhadap istri baik, maka ia adalah seorang pria yang baik. Sebaliknya, jika perlakuan terhadap istrinya buruk maka ia adalah pria yang buruk.

· Hendaklah engkau beri makan istri itu bila engkau makan dan engkau beri pakaian kepadanya bilamana engkau berpakaian, dan janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan pula memburukkan dia dan jangan sekali-kali berpisah darinya kecuali dalam rumah. [al-Hadits].

· Dan pergauilah isteri-isteri kalian dengan baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Qs. an-Nisaa’: 19).

Tapi kalo membohongi istri, agak lemah referensinya, karena ada juga sejenis asumsi “ndak apa-apa berbohong, jika demi kebaikan”. Masalahnya kebaikannya dipandang dari sudut mana? Buat siapa?

Jadi, menurutku, secara prinsip dan aturan si boleh-boleh aja orang melakukan poligami. Tapi jangan dipandang secara prinsip dan aturan aja. Mungkin lebih baik dipandang dari segi niat, pilihan hidup dan sebab-akibat dari poligami itu. Menikahi janda itu (mungkin) ibadah, jika :

1. Janda tersebut lumpuh, tidak berdaya sehingga tidak dapat mengurus dirinya maupun anak-anaknya

2. Janda tersebut suaminya meninggal dalam jalur Jihad Fisabilillah.

Pertanyaannya: apakah dua kriteria tersebut ada? Kalo nggak ada, mari lihat persoalan berikutnya : Orang menikah itu karena cinta yang kemudian menimbulkan kasih sayang. Sekarang ini nggak jaman kayak orang dulu, nikah duluan, trus cintanya belakangan. Pertanyaannya : apakah ada cinta untuk dia? Kalo nggak ada, trus apa alasan menikah? Kasihan? Kenapa kasihan? Emangnya dia hidupnya kekurangan? Katanya dia bekerja, berarti sehat secara fisik dan rohani dan tidak kekurangan. Ini ada kutipan, aku dapat dari artikel di internet juga :


---------- Pilihan vs Kesempatan ---------------

Ketika kita berada di tempat pada saat yang tepat, itulah kesempatan.

Ketika kita bertemu dengan seseorang yang membuatmu tertarik, itu bukan pilihan, itu kesempatan.

Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah pilihan, itupun adalah kesempatan.

Bila kita memutuskan untuk mencintai orang tersebut, Bahkan dengan segala kekurangannya, itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan.

Ketika kita memilih bersama dengan seseorang walaupun apapun yang terjadi, itu adalah pilihan.

Bahkan ketika kita menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih menarik, lebih pandai, lebih kaya daripada pasanganmu dan tetap memilih untuk mencintainya, itulah pilihan. Perasaan cinta, simpatik, tertarik, datang bagai kesempatan pada kita.

Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan. Pilihan yang kita lakukan. Berbicara tentang pasangan jiwa, ada suatu kutipan dari film yang mungkin sangat tepat : "Nasib membawa kita bersama, tetapi tetap bergantung pada kita bagaimana membuat semuanya berhasil"

Pasangan jiwa bisa benar-benar ada. Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang yang diciptakan hanya untukmu. Tetapi tetap berpulang padamu.

Untuk melakukan pilihan apakah engkau ingin Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya, atau tidak...

Kita mungkin kebetulan bertemu pasangan jiwa kita, Tetapi mencintai dan tetap bersama pasangan jiwa kita adalah pilihan yang harus kita lakukan.

Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk dicintai TETAPI untuk belajar mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.

---------

Jadi kesimpulannya, untuk menikah dengan dia itu adalah pilihan, soal alasan, tinggal dicari-cari. Seperti yang pernah aku bilang, ibadah itu banyak cara. Kalo ada cara yang gampang (dengan menyayangi istri, tidak menyakitinya), kenapa cari cara yang susah, toh tidak ada yang pernah bilang bahwa pahalanya lebih gede menikahi janda daripada menyayangi istri? Tapi, kesulitannya berpoligami sudah jelas-jelas terbentang di depan mata. Jadi menurut aku nih, kalo memang kamu nggak berminat menikahi dia, katakan dengan terus terang, nggak usah perdulikan semua argumentasi dia, nggak usah ngedengerin semua alasan dia untuk melegalisasi dan mendukung ide tersebut.

Maaf Jo, aku mungkin nggak bisa membantu banyak. Meskipun kamu menganggap aku ini ‘lebih banyak pengetahuan agamanya’, pada dasarnya pengetahuanku tidaklah jauh berbeda dengan kamu. Tapi, untuk urusan ini, aku berpegang tidak hanya pada pengetahuanku, tapi pada logika dan pendirianku sendiri.

Seperti di suratku sebelumnya, kunci utama terletak di diri kamu sendiri. Kalo kamu putuskan tidak ingin menikah dengan dia, katakan dengan jelas dan tegas. Tidak perduli apapun alasannya. Tidak perduli apakah kamu itu takut menyakiti istri, bahkan kamu bisa bilang, biar kamu belum beristripun, kamu tidak dapat menikah dengan dia. Jadi yang menjadi penyebab kamu tidak bisa menikah dengan dia bukan karena istri, atau sebab-sebab lain, tapi karena di hati kamu tidak ada cinta untuk dia. Kamu tinggal bilang, kamu tidak mungkin menikah dengan orang yang tidak kamu cintai. Itu aja Jo!!

Mungkin kedengarannya agak ‘sadis’, dan kamu mungkin takut akan menyinggung perasaannya. Tapi kamu bisa katakan itu dengan cara yang halus dan bijak. Misalnya seperti berikut :


--------

Mbak, terima kasih sudah menaruh perhatian yang besar terhadap saya. Bagi saya, menikahi seseorang adalah pilihan hidup, yang akan saya lakukan jika dilandasi oleh niat dan alasan kuat. Saya menikahi istri saya dengan niat dan alasan yang kuat yaitu saya memang sangat mencintai dia. Dengan niat dan alasan yang sama juga maka saya tidak mungkin menyakiti dia, karena saya memang sangat mencintainya. Meskipun banyak yang beralasan bahwa mungkin saja menikahi orang lain dengan alasan beribadah, tetapi buat saya itu mungkin akan banyak mudhoratnya daripada manfaatnya, jika saya tidak mencintai orang tersebut. Jadi, meskipun diizinkan, meskipun tidak melanggar aturan, saya memilih untuk tidak menikahi orang lain, selain istri saya yang sekarang. Dengan pilihan tersebut saya merasa lebih tenang dan tentram dalam menjalani kehidupan dan beribadah. Dalam Islam, poligami itu merupakan pilihan, dan dalam hidup saya, saya memutuskan memilih tidak melakukannya.

Berbuat baik dan menjaga hubungan antar sesama manusia merupakan kewajiban. Menolong orang yang kesusahan juga merupakan kewajiban dan ibadah. Tetapi semua itu dapat dilakukan tanpa harus menikahi orang tersebut, karena menikah bukan sekedar menolong orang, menikah melibatkan komitmen dan emosi, dan saya tidak memiliki komitmen dan emosi, kecuali dengan istri saya sekarang. Jadi saya sangat berharap agar mbak dapat menghargai pilihan saya sehingga kita tetap dapat menjaga hubungan silaturahim dengan baik dan saling menghormati.

----------

Duh, maaf Jo, mungkin nggak bisa membantu banyak ya??? Tapi ndak ada salahnya kamu coba. Mungkin kamu memang belum pernah mencoba untuk berkata dan bersikap tegas karena kamu mungkin kasian sama dia ya? Nggak tega? Dan sebagainya. Tapi kalo demi kebaikan bersama, nggak ada salahnya kalo kamu sekali-sekali bersikap tegas.

Jangan takut menyakiti orang Jo, mendingan menyakiti orang lain daripada menyakiti keluarga sendiri. Dan memang kadang-kadang kenyataan itu menyakitkan. Tapi lebih menyakitkan lagi kebohongan.

Aduh, maaf Jo, kalo isi suratku ngelantur nggak keruan dan mungkin nggak membantu sama sekali. Tapi intinya kamu memang harus berusaha menentukan sikap dan menyatakan sikap kamu dengan tegas ke dia. Mungkin cuma ini yang bisa aku sampaikan. Aku yakin, kamu pasti bisa mengambil intisari dari tulisan yang nggak karu-karuan ini.

Jo, aku tau kamu pasti sibuk sekali. Fakta bahwa kamu menyediakan waktu untuk chat sama aku, itu sudah menunjukan bahwa kamu tipe orang yang tidak mau mengecewakan orang lain. Tapi, dalam hidup, kadang-kadang kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Segitu dulu Jo, semoga berhasil!!!

--------------------------

V. Balasan dari Bejo

--------------------------

Ass Wr Wb,,

Wini, thanks atas saran dan infonya, trus aku mau nanya, kamu ngerti ga sih urusan talak-cerai, nikah siri, cerai dengan talak itu gimana persisnya? Aku pernah crita soal kawanku itu kan?? Gimana tanggapan kamu?

Bejo


--------------------------

VI. Surat ketiga, dari Wini

--------------------------

Jo, kalo kamu mempelajari buku-buku tentang poligami, cerita orang ataupun tulisan orang, maka dari sudut pandang agama Islam, kamu akan menemukan satu jawaban, jawabannya adalah “BOLEH”. Trus soal nikah siri, itu juga jawabannya “BOLEH”. Karena syarat sahnya nikah itu kan cuma 2 saksi, mempelai laki-laki, wali perempuan dan mempelai wanita, dan mas kawin (seadanya). Jadi laki-laki memang nggak perlu ijin dari siapapun.

Pernah denger gossip Rhoma Irama menikahi cewek siapaaaa gitu… aku lupa namanya, trus pas ngomong cerainya juga sambil ngedorong kursi rodanya keluar dari rumah sakit. Emang sih secara hukum sah-sah aja, tapi seperti aku bilang, hidup itu nggak sekedar mengikuti kertas, tapi menurut pandanganku, hidup itu juga perlu mendengarkan hati nurani. Menurutku, jangan sekali-sekali berfikir akan menikah dengan seseorang untuk kemudian berencana bercerai, karena itu sama aja dengan melecehkan ‘perjanjian sakral’, melecehkan perasaan orang lain. Juga, menurutku, jangan mudah berfikir untuk bercerai, karena bercerai itu merupakan perbuatan yang dibenci Allah Swt, meskipun diijinkan, kecuali dengan alasan yang bersifat prinsip. Yang bersifat prinsip ini menurutku adalah :

1. Sudah tidak ada rasa saling menghormati antar suami-istri

2. Sudah tidak ada rasa kasih sayang (inget.. kasih sayang itu belum tentu sama dengan cinta).

3. Istri / suami memperlakukan pasangannya dengan buruk (baik perbuatan fisik maupun kata-kata), atau memperlakukan anak-anak mereka dengan buruk.

4. Berbeda keyakinan dan prinsip secara ibadah.

Itu pun, cerai merupakan solusi terakhir. Jadi, berfikirlah beribu-ribu kali untuk bercerai, karena sekali diucapkan nggak mudah diralat, dan dampaknya sudah jelas, apalagi kalo sudah ada anak-anak. Yang menjadi korban terbesar perceraian itu bukannya orang tua, tapi anaknya. Jadi, menurutku, orang harus mengenyampingkan jauh-jauh ide tersebut demi menjaga anak-anak (kecuali dengan alasan diatas). Dari 4 jenis alasan itu, menurutku yang sangat kuat adalah poin 3 dan 4, karena sudah jelas akibatnya. Tapi kalo soal point 1 dan 2, itu mah tinggal pinter-pinternya setiap pihak mengkomunikasikannya. Atau kalo komunikasi mentok, ya udah.. disimpen aja di dalam hati, karena ada misi yang lebih besar, yaitu menjaga anak-anak.

Menurutku, ketika orang sudah menikah lama, maka rasa cinta itu bergeser, berubah menjadi rasa kasih-sayang, yang nilainya lebih besar dari sekedar rasa cinta. Cinta itu sesuatu yang membakar, menggebu-gebu pada awalnya, tapi bisa luntur dengan berbagai sebab, bisa juga bertahan bertahun-tahun dengan cara ajaib, mirip virus anthrax dalam tanah. Cinta itu tidak harus terwujud secara lahir dan batin, cukup bisa disimpan sebagai satu catatan dalam hati. Cinta bisa terhalang, bisa juga terwujud. Tapi kasih sayang itu merupakan hak setiap orang dalam rumah tangga. Jadi anak berhak mendapatkannya dari ayah-ibunya. Istri berhak mendapatkan dari suami, dan sebaliknya. Kalo udah nggak ada kasih sayang, ya rumah tangganya sulit bertahan. Ini bukan dalil dari mana-mana Jo. Ini murni pendapatku sendiri.

Soal poligami, untuk kasus kamu Jo, menurutku, JAUHILAH..!!! jangan sekali-sekali berpikir ke arah sana…, jangan pernah menikahi wanita dengan asumsi “ntar gampang, kalo udah nggak suka, cerai aja lagi”. Dan yang terpenting, jangan meninggalkan istri dan anak-anak kamu Jo. Mereka adalah titipan dan harta yang paling berharga dalam hidup kamu. Harus kamu pertahankan mereka, dengan cara apapun yang kamu bisa!!! Coba kamu perhatikan senyum mereka di foto kamu itu Betapa manis senyum istri kamu, betapa bahagia senyum anak-anak kamu. Aku akan membenci siapapun yang ingin merusak senyum tersebut.

Wini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar